Menjawab Tuduhan Skandal Terhadap Sang Nabi Teragung.
arahinfo.com, Mungkin tuduhan skandal Atau nada negatif lainnya kepada sang Nabi bukanlah hal yang baru, melainkan itu terjadi sepanjang masa dari generasi ke generasi dan yang dituduhkan cuma itu-itu aja tidak ada hal atau tema yang baru, semisal tuduhan Hypersex, Pedofilia, Pemarah, Penyihir, Haus kekuasaan da lain sebagainya.
Seperti tuduhan Abul Hakam/Abu Jahal dan Abu Lahab serta tuduhan Bani Quraidhah, Bani Nadzir dan golongan Yahudi lainnya.
Selanjutnya di abad pertengahan tentang doktrin kepalsuan dan tuduhan bahwa beliau bukan nabi terakhir karena di dalam Al Quran sendiri bahwa Isa akan turun sebagai juru Selamat yang dengan otomatis mengatakan bahwa Nabi Muhammad Saw bukanlah nabi yang terakhir.
Lebih jauh lagi golongan tersebut menganggap bahwa Nabi tidak sama sekali menerima Wahyu dan menganggap Alquran yang suci sebagai alat penindasan spiritual. Namun apakah tuduhan mereka itu benar? Jika kita bedah lebih dalam jelas sekali salah. Namun pertanyaan selanjutnya sejauh mana kita memahami sejarah atau fakta sebenarnya dari masa lalu nabi kita yang mulia? Jika memang kita tidak tahu sama sekali itu artinya masih lebih baik mereka daripada kita karena jika mengkaji sejarah rasul adalah satu-satunya sebab yang akan mendatangkan cinta kepadanya, lalu apakah kita sudah mengkaji sejarah itu?
Sebenarnya sebagai kaum terpelajar yang notabenenya adalah Seorang lulusan Magister seharusnya saya memberikan informasi secara detail dengan tulisan yang panjang kali lebar dan menggunakan refrensi sebagai rujukan atau catatan kaki yang bersifat premier maupun sekunder dan sebagai santri yang sangat mencintai literatur kitab suci dari setidaknya 6 agama yang sedang saya geluti cukup untuk membantah dan membatalkan tuduhan-tuduhan yang sama sekali rapuh dan tidak berdasar sama sekali.
Tetapi jika saya menggunakan metodologi tersebut yang bersifat ilmiyah(baik dengan metode jurnalistik semisal jurnal ilmiyah, skripsi, atau bahkan tesis) itu tidak akan bisa sampai ke sasaran yang tepat mengingat setiap orang yang terkena jerat atau doktrin iblis tersebut jarang sekali berasal dari orang-orang yang mempunyai latar belakang akademis atau setidaknya mempunyai dasar sanad yang jelas dalam memahami perangkat ilmu yang menjadi pijakan dalam mengurai dan menjelaskan hal tersebut. Lagian tulisan yang kepanjangan biasanya gak dibaca, buktinya mereka gak membaca sejarah Nabi secara keseluruhan wkwkw..
Jadi paling-paling untuk sementara ini saya hanya akan mengemukakan penjelasan dengan tulisan yang sangat ringkas dan sederhana berbentuk essay singkat atau bahkan hanya sekedar opini saja yang akan memenuhi status Facebook ini. Diharapkan agar memancing diskusi atau bahkan mengkonsumsi debat jika dirasa itu akan menemukan titik terang atau bahkan titik temu.
Tuduhan pertama
Mereka menuduh Nabi melakukan skandal dengan Zainab binti Jahsy. Dengan dalih surat Al-Ahzab ayat 37 yang berbunyi :
وَاِذْ تَقُوْلُ لِلَّذِيْٓ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَاَنْعَمْتَ عَلَيْهِ اَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللّٰهَ وَتُخْفِيْ فِيْ نَفْسِكَ مَا اللّٰهُ مُبْدِيْهِ وَتَخْشَى النَّاسَۚ وَاللّٰهُ اَحَقُّ اَنْ تَخْشٰىهُ ۗ فَلَمَّا قَضٰى زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَرًاۗ زَوَّجْنٰكَهَا لِكَيْ لَا يَكُوْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ حَرَجٌ فِيْٓ اَزْوَاجِ اَدْعِيَاۤىِٕهِمْ اِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًاۗ وَكَانَ اَمْرُ اللّٰهِ مَفْعُوْلًا
“Dan (ingatlah), ketika engkau (Muhammad) berkata kepada orang yang telah diberi nikmat oleh Allah dan engkau (juga) telah memberi nikmat kepadanya, “Pertahankanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah,” 𝙨𝙚𝙙𝙖𝙣𝙜 𝙚𝙣𝙜𝙠𝙖𝙪 𝙢𝙚𝙣𝙮𝙚𝙢𝙗𝙪𝙣𝙮𝙞𝙠𝙖𝙣 𝙙𝙞 𝙙𝙖𝙡𝙖𝙢 𝙝𝙖𝙩𝙞𝙢𝙪 𝙖𝙥𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙖𝙠𝙖𝙣 𝙙𝙞𝙣𝙮𝙖𝙩𝙖𝙠𝙖𝙣 𝙤𝙡𝙚𝙝 𝘼𝙡𝙡𝙖𝙝, dan engkau takut kepada manusia, padahal Allah lebih berhak engkau takuti. Maka ketika Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami nikahkan engkau dengan dia (Zainab) agar tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya terhadap istrinya. Dan ketetapan Allah itu pasti terjadi.
Nah dari kalimat tersebut dituduhkan bahwa Nabi mempunyai gairah seksual terhadap istri dari anak angkatnya. Bahkan dalam channel “Nabi Asli” divisualisasikan bahwa sang nabi mempunyai pikira yang keji ketika melihat Zainab dalam keadaan terbuka auratnya, namun sayang sekali saya sama sekali belum menemukan dasar atau keterangan yang valid yang bisa membenarkan adegan tersebut, sebuah adegan yang mempertontonkan sang Nabi membayangkan keindahan tubuh seperti adegan-adegan laiknya film-film nuansa semi dan sinetron-sinetron adzab yang disiarkan di salah satu stasiun TV dari pagi hingga sore yang temanya gitu-gitu aja namun selalu digandrungi ibu-ibu di rumahnya.
Satu satunya alasan yang bisa diterima adalah bahwa pernikahan tersebut hanyalah perintah Allah yang akan menunjukkan perbedaan hukum tentang menikahi seorang bekas istri anak angkat diperbolehkan lain halnya dengan bekas anak kandung. Sebagaimana surat Annisa ayat 23
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهٰتُكُمْ وَبَنٰتُكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ وَعَمّٰتُكُمْ وَخٰلٰتُكُمْ وَبَنٰتُ الْاَخِ وَبَنٰتُ الْاُخْتِ وَاُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِيْٓ اَرْضَعْنَكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَاُمَّهٰتُ نِسَاۤىِٕكُمْ وَرَبَاۤىِٕبُكُمُ الّٰتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِّنْ نِّسَاۤىِٕكُمُ الّٰتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّۖ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ ۖ وَحَلَاۤىِٕلُ اَبْنَاۤىِٕكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلَابِكُمْۙ وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ۔
“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya),
(𝙙𝙖𝙣 𝙙𝙞𝙝𝙖𝙧𝙖𝙢𝙠𝙖𝙣 𝙗𝙖𝙜𝙞𝙢𝙪) 𝙞𝙨𝙩𝙧𝙞-𝙞𝙨𝙩𝙧𝙞 𝙖𝙣𝙖𝙠 𝙠𝙖𝙣𝙙𝙪𝙣𝙜𝙢𝙪 (𝙢𝙚𝙣𝙖𝙣𝙩𝙪), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Selanjutnya itu sebagai bukti kebenaran bahwa beliau bukanlah “seorang bapak dari anak laki-laki” sebagaimana surat Al Adzab ayat 40
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ اَبَآ اَحَدٍ مِّنْ رِّجَالِكُمْ وَلٰكِنْ رَّسُوْلَ اللّٰهِ وَخَاتَمَ النَّبِيّٖنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا
“Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang (laki-laki) di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Ayat ini berkenaan bahwa seringkali mereka menganggap bahwa anak angkat sederajat dengan anak kandung dan di kemudian hari seringkali terjadi perebutan kekuasaan serta warisan dengan alasan tersebut.
Sebagaimana di dalam surat Al Adzab ayat 4
مَا جَعَلَ اللّٰهُ لِرَجُلٍ مِّنْ قَلْبَيْنِ فِيْ جَوْفِهٖ ۚوَمَا جَعَلَ اَزْوَاجَكُمُ الّٰـِٕۤيْ تُظٰهِرُوْنَ مِنْهُنَّ اُمَّهٰتِكُمْ ۚوَمَا جَعَلَ اَدْعِيَاۤءَكُمْ اَبْنَاۤءَكُمْۗ ذٰلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِاَفْوَاهِكُمْ ۗوَاللّٰهُ يَقُوْلُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِى السَّبِيْل
“Allah tidak menjadikan bagi seseorang dua hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zihar itu sebagai ibumu, 𝙙𝙖𝙣 𝘿𝙞𝙖 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙢𝙚𝙣𝙟𝙖𝙙𝙞𝙠𝙖𝙣 𝙖𝙣𝙖𝙠 𝙖𝙣𝙜𝙠𝙖𝙩𝙢𝙪 𝙨𝙚𝙗𝙖𝙜𝙖𝙞 𝙖𝙣𝙖𝙠 𝙠𝙖𝙣𝙙𝙪𝙣𝙜𝙢𝙪 (𝙨𝙚𝙣𝙙𝙞𝙧𝙞). 𝙔𝙖𝙣𝙜 𝙙𝙚𝙢𝙞𝙠𝙞𝙖𝙣 𝙞𝙩𝙪 𝙝𝙖𝙣𝙮𝙖𝙡𝙖𝙝 𝙥𝙚𝙧𝙠𝙖𝙩𝙖𝙖𝙣 𝙙𝙞 𝙢𝙪𝙡𝙪𝙩𝙢𝙪 𝙨𝙖𝙟𝙖. Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).”
Maka dalam kalimat terakhir pada ayat 37 Al Ahzab jelas-jelas dikatakan :
زَوَّجْنٰكَهَا لِكَيْ لَا يَكُوْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ حَرَجٌ فِيْٓ اَزْوَاجِ اَدْعِيَاۤىِٕهِمْ اِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًاۗ وَكَانَ اَمْرُ اللّٰهِ مَفْعُوْلًا
“𝙆𝙖𝙢𝙞 𝙣𝙞𝙠𝙖𝙝𝙠𝙖𝙣 𝙚𝙣𝙜𝙠𝙖𝙪 𝙙𝙚𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙙𝙞𝙖 (𝙕𝙖𝙞𝙣𝙖𝙗) 𝙖𝙜𝙖𝙧 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙖𝙙𝙖 𝙠𝙚𝙗𝙚𝙧𝙖𝙩𝙖𝙣 𝙗𝙖𝙜𝙞 𝙤𝙧𝙖𝙣𝙜 𝙢𝙪𝙠𝙢𝙞𝙣 𝙪𝙣𝙩𝙪𝙠 (𝙢𝙚𝙣𝙞𝙠𝙖𝙝𝙞) 𝙞𝙨𝙩𝙧𝙞-𝙞𝙨𝙩𝙧𝙞 𝙖𝙣𝙖𝙠-𝙖𝙣𝙖𝙠 𝙖𝙣𝙜𝙠𝙖𝙩 𝙢𝙚𝙧𝙚𝙠𝙖, 𝙖𝙥𝙖𝙗𝙞𝙡𝙖 𝙖𝙣𝙖𝙠-𝙖𝙣𝙖𝙠 𝙖𝙣𝙜𝙠𝙖𝙩 𝙞𝙩𝙪 𝙩𝙚𝙡𝙖𝙝 𝙢𝙚𝙣𝙮𝙚𝙡𝙚𝙨𝙖𝙞𝙠𝙖𝙣 𝙠𝙚𝙥𝙚𝙧𝙡𝙪𝙖𝙣𝙣𝙮𝙖 𝙩𝙚𝙧𝙝𝙖𝙙𝙖𝙥 𝙞𝙨𝙩𝙧𝙞𝙣𝙮𝙖. Dan ketetapan Allah itu pasti terjadi.”
Nah dari keterkaitan ayat perayat ini sebetulnya sudah cukup untuk membuktikan bahwa pernikahan Nabi dengan Zainab adalah untuk landasan hukum dalam Islam, atau yurisprudensi Islam.
Penulis : Ceng Ajang A.J. Editor : Che06